Serbuan Monyet Dini Hari

20151023_055553[1]

Aktifitas pagi saya yang paling menyenangkan adalah nongkrong di dapur, menyeruput secangkir kopi sambil menikmati kicau riang burung-burung dan tingkah lucu para tupai.

“Burung dan tupai?” tanya teman saya heran.

Iya! Burung, tupai, monyet, ular, biawak, ayam, dan serangga adalah teman-teman saya. Mereka benar-benar sering menemani saya setiap pagi.

“Kamu penjaga kebun binatang, ya?” Dia semakin heran. …baca selengkapnya

Minyak Goreng Ramah Lingkungan dari Hulu Sampai Hilir

Sebagai seorang ibu rumah tangga, keseharian saya tak lepas dari kegiatan masak-memasak untuk memenuhi asupan nutrisi keluarga. Dan minyak goreng merupakan salah satu bahan yang harus tersedia. Menggoreng, menumis, dan membuat kue pun perlu minyak goreng.

Selama ini saya hanya memilih minyak goreng berdasarkan kualitasnya tanpa memperhatikan dari perkebunan sawit seperti apa minyak itu berasal. Tak ada label apapun yang menunjukkan suatu produk minyak goreng berasal. Tak ada pilihan bagi konsumen. …baca selanjutnya

Berbagi pekerjaan rumah

 “Pekerjaan rumah itu tugas siapa, Mas?” tanya simbok

“Semua anggota keluarga,” jawab Ridwan mantap

 

bersih-bersih yukTeorinya begitu, tapi menerapkan dan membiasakan 3 boys ambil bagian menyelesaikan tugas-tugas rumah bukanlah hal yang mudah buat saya. Mereka harus selalu diingatkan dan kadang-kadang menolak. Sementara saya sendiri terkadang terlalu lelah untuk ngomel dan adu argumentasi. Ujung-ujungnya saya lah yang sering kehilangan kontrol, ngomel dan mengobral nada tinggi.

Namun, berbagi pekerjaan rumah tetap harus dilakukan. Sampai saat ini hanya beberapa pekerjaan sederhana yang harus mereka lakukan. Saya tidak memaksa mereka mengerjakan tugas-tugas rumah yang berat, namun hanya mengajak mereka bertanggung jawab terhadap aktivitas sehari-hari yang mereka lakukan. Beberapa hal sederhana seperti menaruh piring kotor di tempat cucian setelah makan, menaruh baju kotor dalam mesin cuci, merapikan kamar, dan membuang sampah pada tempatnya.

Saya meminta 3 boys untuk membereskan mainan setiap kali selesai bermain. Meskipun sudah diingatkan berkali-kali, tetap saja mereka sering lupa, atau pura-pura lupa. 3 boys sulung sih sudah lebih rapi karena dia sudah cukup besar. tak banyak lagi mainan yang dia mainkan. Paling-paling hanya lego dan hotwheel. Tetap saja saya harus sering mengingatkan.

Kalau 3 boys ragil (3 th) sering ngeles dengan bilang begini, “Nanti Arvin capek…” Saya pun cuma bisa ketawa. Tapi tetap harus dibiasakan, bukan? Saya bilang, “Ibuk bantuin biar nggak capek. Kita hitung yuk siapa yang paling banyak.” Lalu saya membereskan sambil menghitung “satu, dua, tiga,…..” Dan dia nggak mau kalah dong dari simboknya.

Yang paling susah ya 3 boys tengah (7 th). Segala macam mainan dikeluarkannya dan dimainkan semua. Giliran tiba waktunya beres-beres dia selalu mengeluh karena terlalu banyak yang harus dibereskan. Akhirnya saya pun harus ikut turun tangan menyemangatinya dan membereskan mainan bersamanya.

Tugas lain yang sudah secara rutin dikerjakan 3 boys sulung dan tengah adalah mencuci sepatu setiap hari sabtu. Mereka mendapat jatah main game selama satu jam setiap sabtu dan minggu. Untuk bisa menggunakan hak itu, mereka musti menyelesaikan tugas lebih dulu, terutama mencuci sepatu masing-masing.

Pekerjaan rumah lainnya belum rutin dikerjakan 3 boys, namun sedapat mungkin saya ajak mereka melakukan bersama. Kadang-kadang mereka membantu menyapu, memasak, beres-beres rumah dan berbagai rutinitas lainnya.

Semestinya berbagi pekerjaan itu menjadi rutinitas yang dilakukan terus menerus agar 3 boys terbiasa. Namun saya belum bisa konsisten mengajak mereka berpartisipasi. Jadi hasilnya pun belum kelihatan. Tapi saya kan seorang simbok pembelajar, maka saya bersama 3boys selalu berusaha meningkatkan kebiasaan baik di rumah 🙂

 

 

Maafkan Anak Pemberontak Ini, Bu!

IbuSuatu siang, aku menghadap bosku untuk menyerahkan sebuah berkas. Entah kenapa, Pak Bos tiba-tiba bertanya, “Kapan terakhir kali pulang?”

Aku terhenyak. “Ehm…sudah lebih dari dua tahun lalu, Pak.”

“Selagi orangtua masih ada, pulanglah setiap kali ada kesempatan,” nasehat Pak Bos padaku.

Keluar dari ruangan bos, rasanya ingin sekali menangis. Tiba-tiba aku merasa kangen sekali pada ibu. Aku ingin pulang, memeluk ibu, dan mendengarkan cerita-ceritanya. Tapi kondisi belum memungkinkan. Dengan dua orang anak yang sudah sekolah dan seorang balita, pulang kampung musti dilakukan saat liburan sekolah. …baca selanjutnya

Air garam vs Sakit Gigi

Sore tadi, tiba-tiba saja Ridwan masuk kamar mandi dan menggosok gigi. Saya agak heran, tapi nggak komentar. Tak berapa lama, berkali-kali dia buka kulkas dan minum air dingin. Saya nggak curiga karena 3boys dan bapaknya memang kutu kulkas, hobi banget buka tutup kulkas. Tapi, kali ini frekuensinya lebih sering dari biasanya deh.

Waktu saya di kamar, Ridwan masuk ke kamar saya, dan berdiri di depan cermin. Digembung-gembungkannya pipinya sambil ngaca. Barulah saya mulai curiga.

S: “Kenapa, Mas? Sakit gigi?”

R: “Enggak! Pengen ngaca aja.”

Ridwan pasti nggak berani bilang sakit gigi karena hampir tiap hari saya ingatkan, tapi dianya sering ngeyel, lupa, pura-pura lupa, atau sikat gigi sekenanya aja. Kalau pagi habis mandi (padahal, yang bener sikat gigi pagi setelah sarapan ya he..he..he..), saya tanyain udah sikat gigi apa belum, jawabnya pasti sudah. Tapi kalau saya cek nggak mau buka mulut, atau sikat giginya masih kering di kamar mandi. Begitu juga malam sebelum tidur, sering banget mengulur waktu dengan ‘ntar, sepuluh menit lagi’. Seringnya jadi lupa, atau sengaja dilupakan, atau malah kalau saya ketiduran pas ngeloni Arvin, jadi pembenaran untuk tidak sikat gigi.

Kok jadi ngelantur ya, padahal saya mau cerita tentang air garam. Dilanjut pembicaraan saya sama Ridwan ya..

S: “Ah, yang bener? Paling sakit kan giginya? Kumur air garam sana!”

R: “Emang bisa sembuh?” (ihi…ngaku juga..)

S: “Ya, dicoba saja! Nggak tahu bisa enggak kalau belum dicoba kan?”

Ih..jawaban simboknya enggak banget deh. Enggak ilmiah blas, mosok melakukan percobaan ngasal aja, tanpa dasar teori yang kuat. Ehm…sebenarnya sih bukan tanpa dasar, tapi berdasar pengalaman masa lalu. Jadi malu nih, waktu kecil dulu males sikat gigi dan pernah sakit gigi juga he..he..

Singkat cerita, Ridwan mengambil gelas dan garam kemudian saya bantu membuat larutan garam dengan air panas. Setelah kumur-kumur beberapa saat, sakit giginya benar-benar mereda dan bahkan hilang. Hmmm..ternyata joss kan resep turun-temurunnya..

Malemnya, waktu siap-siap mau tidur Ridwan nanyain soal kasiat air garam ini.

R: “Bu, kenapa sih air garam bisa menyembuhkan sakit gigi?”

S: “Hm..mungkin kandungan garamnya berpengaruh ke saraf kali ya? Jadi rasa sakitnya hilang. Duh..sifat buruk saya muncul lagi, sok tau, padahal nggak tau jawaban yang bener. Saya malah nggak pernah mikir kenapa pake air garam. Buru-buru saya perbaiki jawaban saya.

 S: “Itu baru mungkin lho ya. Ibu belum tau sih yang sebenarnya. Kalau menurut Mas, kenapa?”

R: “Dari pada mengira-ira, lihat di gugel aja yuk, Buk!”

Hi..hi..itu kan kalimat saya. Biasanya kalo Ridwan nanya-nanya, saya ajak browsing nggak mau. Nggak mau susah, pengennya saya yang nyari jawabannya, terus kasih tau ke dia hasil browsingnya.

Sebenarnya saya udah males banget, pengen cepet-cepet tidur cantik dan mimpi indah. Tapi mumpung Ridwan lagi semangat ingin taunya, saya paksain bangun dan nggangguin mbah gugel berdua. Nyari artikel ilmiah di scholar nggak nemu manfaat air garam untuk menyembuhkan sakit gigi. Yang ada, menyembuhkan sakit gigi berlobang dengan tumbuhan obat seperti bawang putih dan jeruk nipis. Jadilah kami membuka artikel-artikel populer yang belum jelas juga kebenarannya. Hasilnya begini:

Menurut The Kaltara, air garam dapat menyembuhkan sakit gigi karena kandungan Iodium yang tinggi bisa membunuh kuman dan menghilangkan rasa ngilu. Tapi saat browsing manfaat Iodium enggak nemu fungsinya sebagai penghilang rasa sakit dan pembunuh kuman.

Penjelasan Tips cara terbaik mungkin lebih mudah dipahami. Infeksi yang menyebabkan nyeri atau ngilu pada gigi, biasanya disebabkan oleh penumpukan sisa partikel makanan dan bakteri. Nah, berkumur dengan air garam hangat dapat menghilangkan sisa partikel makanan yang terjebak diantara gigi sehingga dapat meringankan nyeri sakit gigi. 

Jawaban itu sebenarnya belum memuaskan karena belum sepenuhnya menjawab kebenaran manfaat air garam untuk menghilangkan sakit gigi. Tapi, karena Ridwan sudah cukup puas dan saya sudah ngantuk, ya sudah, nggak saya cari-cari lagi.

Jadi, sebenarnya kalau sakit gigi sembuh setelah berkumur air garam hangat itu karena kasiatnya atau karena sugesti? 😀 

mengubah karakter anak dimulai dari simbok

“Anak itu cermin ibunya”

Entah darimana kata-kata itu saya kutip, saya lupa. Yang pasti, buat saya sangat ‘mak jleb‘, dalem banget.

Selama ini saya sering mengeluh dalam hati, mengapa karakter Ridwan kurang baik: pemarah, mudah tersinggung, kurang empati, mau menang sendiri, dan suka berteriak, bahkan terhadap saya, simboknya. Saya tidak merasa ada yang salah dengan diri saya, sebaliknya hanya mengeluh dan berharap sifat dan sikap Ridwan akan semakin membaik seiring bertambahnya usia.

Makanya, pas baca kutipan itu rasanya nyesek banget. Apakah perilaku Ridwan itu mencerminkan perilaku saya sendiri yang tidak saya sadari? Saya musti introspeksi diri, lebih peka, lebih mendengarkan dan memperbaiki komunikasi dengannya. Meski berat untuk mengakui, tapi saya menyadari, apa yang dia lakukan adalah cerminan dari apa yang pernah saya lakukan padanya.

Saat Ridwan teriak, teriakan itu dia pelajari dari teriakan saya padanya, dilakukannya dengan lebih keras dan lebih sering. Saat dia memarahi adiknya, kata-katanya adalah kata-kata yang pernah saya ucapkan padanya, diucapkan dengan cara lebih kasar dan lebih mengintimidasi. Saat dia melotot dengan lawan bicara, itu sama dengan pelototan saya kepadanya saat marah. Saat dia tidak peduli, sikap itu dicontohnya dari sikap saya yang lebih suka mantengin komputer daripada mendampinginya bermain. Saat dia tidak mau mengalah dengan adiknya, dia terinspirasi dari saya sebagai simbok yang ‘nggak boleh kalah sama anak’, dan dia melakukannya dengan lebih ekstrim.

Duh Gusti, rupanya saya sudah menjadi guru yang sukses buat Ridwan. Komunikasi buruk saya dengannya memberikan pelajaran buruk yang amat sukses.

Mengubah perilaku Ridwan yang terlanjur kurang baik bukanlah pekerjaan mudah. Harus dimulai dari diri saya sendiri, dan itu pekerjaan yang lebih berat. Kalau menurut Naomi Aldord yang saya kutip dari tulisan Ellen Kristi, kuncinya adalah validasi emosi, yang berarti kita menerima dan menghargai setiap ekspresi emosional anak. Yang artinya, kita harus sanggup mengendalikan diri: tanpa bentakan, tanpa pelototan, tanpa ngomel, lebih peduli, dan menghargai anak sebagai pribadi yang sejajar.

Buat saya sungguh berat. Seringkali saya kehilangan kendali kendali : Menegur dengan kata-kata keras, menjawab teriakannya dengan dengan bentakan dan pelototannya, bahkan, terkadang saya mengancamnya dengan gagang sapu atau sandal. Sungguh saya simbok yang buruk. Dan lebih buruknya, saya menularkan keburukan saya pada Ridwan, dan mungkin juga Matahari dan Arvin, meskipun saat ini belum terdeteksi.

Tapi saya tidak kehilangan harapan. Saya mulai rajin membaca-baca lagi artikel parenting untuk memotivasi diri saya sendiri. Saya yakin saya bisa mengubah perilaku Ridwan dan saya sendiri menjadi lebih baik. Mungkin tidak sekaligus, tapi sedikit demi sedikit, satu persatu, sehari demi sehari.

Meskipun sudah berusaha, saya gagal, tidak lulus ujian pengendalian diri. Sikap buruk Ridwan saya hadapi dengan buruk pula, dan akibatnya lebih buruk lagi. Hari-hari kami masih diwarnai teriakan dan bentakan. Saya harus introspeksi lagi.  Mengapa saya gagal dan gagal lagi?

Apakah saya kurang berkomitmen? Atau kurang kuat tekad saya? Atau saya masih kurang berusaha?

Tidaaakkkk….Kami harus berubah lebih baik.

Saya tetapkan tujuan : Bebas konflik dengan 3boys

Hari ini sejak pagi saya tanamkan kuat-kuat dalam benak saya : “Tak ada bentakan, apapun situasinya, hadapi dengan senyum dan kata-kata lembut.”

Rupanya saya sudah harus membuktikan kesungguhan saya bahkan sejak bangun tidur. Matahari merengek minta jajan dengan nada memerintah. Biasanya saya akan membentaknya dan menyuruhnya diam sambil ngomel :”Pagi-pagi kok sudah rewel!” Kali ini saya harus lolos ujian. Saya ucapkan lagi tekad saya dalam hati dan berkata : “ Kak, kalau Kakak meminta dengan merengek, menangis, dan kasar begitu, Ibu tidak bisa memenuhi. Coba katakan dengan manis dan sikap yang baik!” pinta saya dengan lembut. Saya katakan itu sambil jongkok hingga mata kami sejajar dan melakukan kontak mata. Dan, puji Tuhan….it’s works!. Tak lama kemudian Matahari berhenti menangis dan mengajak Arvin bermain, bahkan melupakan permintaannya.

Namun, itu hanyalah pembukaan. Ujian yang sesungguhnya adalah komunikasi dengan Ridwan. Dia marah dan membentak Arvin karena mobil-mobilan lego hasil rakitannya dibongkar Arvin. Biasanya saya akan menegur dengan keras dan berlanjut dengan adu argumen bernada tinggi dengannya. Kali ini lagi-lagi harus mengucapkan tekad saya dalam hati, kemudian menegurnya dengan lembut, “Mas!” Ridwan membalas dengan nada tinggi dan memelototi saya,”Ibu!” Ketimbang membalas ketidaksopanannya dengan kata-kata dan pelototan yang pasti akan berkepanjangan, saya memilih diam, menunduk, dan menghindari kontak mata dengannya.

Mengubah sikap buruknya tentu tidak bisa instan, butuh proses dan kesabaran, namun setidaknya saya hari ini berhasil mempersingkat konflik dengan Ridwan. Dan saya bisa menilai diri saya hari ini berhasil mengendalikan diri. Saya yakin, bila saya berhasil mengendalikan diri saya setiap hari, pasti sikapnya pun perlahan-lahan akan berubah lebih baik. Semangat!!!!

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Bermain warna dengan playdough buatan sendiri

 

SAM_3192Gara-gara bermain plastisin di rumah temannya, Matahari berkali-kali meminta saya membelikan plastisin. Padahal di Samboja ini nggak mudah mencari barang-barang seperti itu (Baca : saya nggak tau dimana belinya :D). Jadilah saya mengadu pada pakdhe google. Beruntung, pakdhe google sangat baik hati. Disuguhkannya berbagai alternatif solusi mulai dari playdough buatan sendiri dengan bahan-bahan sederhana sampai yang menggunakan bahan-bahan kimia.

Playdough berbeda dengan pastisin karena bahan pembuatnya berbeda. Menurut pakdhe google, bahan-bahan untuk plastisin (baik tepung maupun clay / tanah liat) dicampur dengan lem, biasanya lem kayu …baca selanjutnya

Kulonuwun…………

Setelah Kampung Multiply (MP) dibinasakan oleh yang berkuasa berikut seluruh isinya, termasuk rumah saya beautyborneo.multiply.com rata dengan dunia maya, lama saya tidak ngeblog lagi. Tulisan di MP tidak sempat saya simpan, jadilah saya kehilangan semua harta benda disana.

Belakangan saya ingin ngeblog lagi, sekedar curhat dan mendokumentasikan keseharian saya. Ketimbang bikin akun baru, jadilah saya aktifkan akun lama ini. Kalau beautyborneo lebih banyak bercerita kegiatan jalan-jalan di seputar rumah, di borneo , di sini saya akan bercerita keseharian saya bersama ketiga permata saya. Tak bermaksud pamer, saya hanya ingin mendokumentasikan keseharian kami.

Berharap suatu hari nanti, saat mereka sudah dewasa, sudah punya keluarga sendiri, dan saya sedang merindukan rumah yang berantakan karena aktivitas mereka, tawa mereka saat bercanda, bahkan tangisan mereka setelah berkelahi atau berebut sesuatu, saya bisa membaca blog ini sambil tersenyum dan mendoakan kebahagiaan mereka.

Saya bukanlah simbok yang sempurna, yang mampu memberikan segala sesuatu yang ideal buat ketiga permata saya. Saya hanya punya cinta yang mendorong saya untuk terus belajar dan memperbaiki diri, agar bisa menapaki kehidupan yang lebih baik bersama ketiga permata saya.

 

salam,

simbok3boys